Peran Dasar Muslim Membangun Peradaban Islam

Peran Dasar Muslim Membangun Peradaban Islam
Ust. H. Ahmad Yani, Lc. MA

Kemajuan sebuah komunitas dalam skala apapun, baik yang kecil maupun besar ditentukan oleh peran dan tugas yang dilakukan oleh individu dalam komunitas tersebut. Peradaban yang maju juga ditentukan oleh peran dan tugas yang dijalankan oleh manusia yang mengisi peradaban tersebut. Umat Islam pernah menjadi peradaban yang maju karena manusia Muslim di dalamnya menjalankan peran mulia sesuai yang digariskan Allah SWT dan Rasul-Nya. Agar Umat Islam dan peradaban Islam kembali mulia, manusia Muslim mesti menjalankan peran dan tugas tersebut. Setidaknya peran dan tugas dasar seorang Muslim yangdisampaikan dalam Al-Qur’an ada tiga, sebagaimana yang disebutkan oleh Arraghib Al Ashfahani dalam kitabnya adzari’ah ilaa makaarimisyarii’ah (faktor-faktor kemuliaan syariat), yaitu peran ibadah, peran khilafah, dan peran membangun dan memakmurkan bumi (‘imarah).

Seorang Muslim yang menjalankan ketiga peran dan tugas tersebut menjadi individu dan aset penting menuju peradaban dan Umat Islam yang maju. Semakin banyak individu Muslim yang menjalankan peran dan tugas tersebut semakin membawa peradaban dan Umat Islam menuju kemajuan, begitu pula sebaliknya. Peran-peran tersebut tidak pisah dipisahkan dengan identitasnya sebagai seorang Muslim. Peran-peran tersebut dibawah berjalan secara berkesinambungan dan berkaitan satu sama lain.

1. Peran ibadah
Allah SWT menjelaskan ini pada ayat yang berbunyi :“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. (QS. Adzariyat: 56). Ibadah dalam perspektif Islam menurut Ibnu Taimiah mencakup seluruh kegiatan yang disukai dan diridhai Allah SWT, baik berupa pekataan maupun perbuatan.

Ibadah berarti ketaatan total kepada yang disembah dengan menghadirkan rasa cinta dan penghormatan yang penuh. Ibadah dalam arti ini tidak dapat terealisasi kecuali dengan mengenal keagungan zat yang disembah dan mengetahui hak-Nya, karena itu Imam Ibnu Abbas menafsirkan kata ‘ketuali untuk beribadah kepada-Ku’ dengan untuk mengetahui atau mengenalku.

Siapa yang tidak mengenal Tuhan yang disembahnya, maka seakan ia tidak menyembah dengan sebenaranya, bisa jadi ia menyembah selainnya meski ia tidak sadar. Betapa banyak yang meyakini bahwa mereka menyembah ‘Tuhan’, namun sesungguhnya mereka hanya menyembah makhluk di bumi atau di langit. Karean itu, Al-Qura’n menjadikan peran dan tujuan diciptakannya manusia untuk mengenal Tuhannya. Allah SWT berfirman: Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.(QS. At-Thalaq: 12).

Ibadah yang dilakukan tidak diterima kecuali dengan mengikhlaskannya kepada Allah SWT. Tidak boleh mengikutsertakan untuk menyembah Tuhan lain dalam beribadah. Ikhlas ini juga berarti seseorang membebaskan dirinya dari tunduk kepada selain Allah SWT. Membebaskan dirinya dari menyembah manusia (penguasa, Rasul, Nabi, pendeta, dan lainnya). Membebaskan dirinya dari menyembah makhluk yang tidak terlihat (malaikat, jin, setan, dan lainnya). Membebaskan dirinya dari menyembah benda (alam, bintang, hewan, berhala, dan lainnya). Membebaskan dirinya dari menyembah hawa nafsu.

2. Peran khilafah di bumi Allah SWT.
Peran ini hanya dikhususkan kepada Adam as dan anak cucu beliau, tanpa melibatkan makhluk lain. Malaikat pernah menginginkan peran dan kedudukan ini namun mereka tidak bisa menggapainya. "Dan (ingatlah) tatkala Tuhan engkau berkata kepada Malaikat : Sesungguhnya Aku hendak menjadikan di bumi seorang khalifah. Berkata mereka : Apakah Engkau hendak menjadikan padanya orang yang merusak di dalam nya dan menumpahkan darah, padahal kami bertasbih dengan memuji Engkau dan memuliakan Engkau? Dia berkata : Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.Dan Ia telah mengajarkan kepada Adam nama-nama semuanya, kemudian Dia kemukakan semua kepada Malaikat, lalu Dia berfirman : Beritakanlah kepadaKu nama-nama itu semua, jika adalah kamu makhluk-makhluk yang benar.Mereka menjawab: Maha Suci Engkau ! Tidak ada pengetahuan bagi kami kecuali yang Engkau ajarkan kepada Kami. Karena sesungguhnya Engkau¬lah Yang Maha Tahu, lagi Maha Bijaksana.Berkata Dia : Wahai Adam! beritahukanlah kepada mereka nama-nama itu semuanya! Maka tatkala telah diberitahukannya kepada mereka nama-nama itu semua, berfirmanlah Dia : Bukankah telah Aku katakan kepada kamu, bahwa sesungguh¬nya Aku lebih mengetahui rahasia semua langit dan bumi, dan lebih Aku ketahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembuyikan." (QS. Al-Baqarah: 30-33).

Allah SWT menganugerahkan manusia kemampuan dan potensi yang tidak diberikan kepada Malaikat, karena manusia diposisikan untuk peran khilafah, sebagaimana ayat tersebut mengisyaratkan tentang keunggulan ilmu dan pengetahuan sebagai kriteria pertama untuk menjalankan peran khilafah.

Maksud dari peran khilafah di bumi Allah SWT adalah merealisasikan ajaran Allah SWT di muka bumi-Nya dan menegakkan kebenaran serta keadilan, sebagaimana Allah SWT menjelaskan kepada hamba sekaligus Nabi-Nya Dawud as dalam: “Berkata Dia : Wahai Adam! beritahukanlah kepada mereka nama-nama itu semuanya! Maka tatkala telah diberitahukannya kepada mereka nama-nama itu semua, berfirmanlah Dia : Bukankah telah Aku katakan k e p a d a kamu, bahwa sesungguh¬nya Aku lebih mengetahui rahasia semua langit dan bumi, dan lebih Aku ketahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembuyikan”.(QS. Shaad: 26).

Setiap manusia adalah pemimpin dalam skala tertentu, meski tidak seperti Nabi Dawud as, ia harus menegakkan kebenaran sesuai lingkup kepemimpinannya. Maka maksud dari peran khilafah seseorang di bumi Allah SWT adalah menegakkan kebenaran dan keadilan dan berakhlak dengan akhlak-akhlak Allah SWT, sesuai kemampuan. Manusia mesti berusaha dan bersungguh-sungguh di jalan kemuliaan, dengan mengikuti kesempurnaan Allah SWT, ia mengambil petunjuk dari-Nya, sebagaimana yang disampaikan Allah SWT lewat lisan Nabi Dawud: “Sesungguhnya Tuhanku tetap di atas jalan yang lurus”.(QS. Huud: 56). Jika disebutkan bahwa Allah SWT berada dalam jalan yang lurus, begitulah juga seharusnya orang mukmin.“Dan Allah membuat (pula) perumpamaan: dua orang lelaki yang seorang bisu, tidak dapat berbuat sesuatupun dan dia menjadi beban atas penanggungnya, ke mana saja dia disuruh oleh penanggungnya itu, dia tidak dapat mendatangkan suatu kebajikanpun. Samakah orang itu dengan orang yang menyuruh berbuat keadilan, dan dia berada pula di atas jalan yang lurus?”. (QS. An-Nahl: 76).

Manusia yang menjalankan peran khilafah adalah manusia mulia. Manusia yang positif dn proaktif, yang baik dan memperbaiki orang lain, mengatakan kebenaran, memerintah kepada keadilan, dan berada dalam jalan yang lurus: landasan yang jelas, memiliki tujuan, tidak menyimpang, ketika memerintah kepada keadilan ia juga menegakkan keadilan bagi dirinya sendiri, dengan begitu ia benar-benar berada dalam jalan yang lurus.

Sebaliknya, isyarat dari Al-Qur’an bisa dipahami bahwa manusia yang tercela adalah manusia pasif dan lemah, tidak mau mengatakan kebenaran, tidak mampu berbuat, hanya menerima namun tidak memberi, hanya mengkonsumsi tidak berkarya, bersandar penih kepada atasannya, hanya berpangku tangan kepada orang lain, dimana ia berada tidak bisa memberi kebaikan atau manfaat bagi orang lain.

3. Peran membangun dan memakmurkan Bumi Allah SWT (‘imarah).
Sebagaiman Allah SWT sampaikan dalam firman-Nya:“Dialah yang menjadikan kamu dari bahan- bahan bumi, serta menghendaki kamu memakmurkannya“. (QS. Huud: 61). Maksud 'menghendaki kamu memakmurkannya' adalah menuntut kalian untuk membangun bumi. Sebenarnya peran ini masuk dalam bagian peran khilafah, namun disebut secara khusus dan tersendiri agar tidak ada persepsi bahwa agama hanya membahas tentang ‘pembangunan’ akhirat saja, tidak masalah meski Dunia hancur lebur. Sesungguhnya Dunia adalah ladang untuk Akhirat. Khidupan Dunia meski singkat -jika dibandingkan kehidupan Akhirat- memiliki urgensi tersendiri, karena Dunia adalah tempat menjalankan tugas, peran dan tempat ujian. Sekarang (di Dunia) adalah masa amal (kerja) bukan hisab (balasan), dan esok (di Akhirat) masa hisab bukan amal.

Ketiga peran di atas saling terkait dan menyempurnakan. Ibadah kepada Allah SWT adalah bagian dari bentuk peran khilafah. Adapun peran khilafah dan ‘imarah (membangun/memakmurkan bumi) juga merupakan bentuk ibadah kepada Allah SWT.Peran dasar yang mesti dijalankan seluruh Muslim untuk kehidupan yang berkualitas, dari Dunia hingga Akhirat kelak. Kumpulan kehidupan individu yang berkualitas tersebut juga pada selanjutnya akan bermuara pada kehidupan Umat dan peradaban Islam yang maju. Wallahu a’lam.

Sumber : ikadi.or.id

Post Comment