Allah Sebaik-Baik Penjaga

Seperti biasa, hari itu, di atas tempat duduk kereta Commuter Line yang nyaman di siang hari, karena tidak banyak penumpang, saya duduk melewati perjalanan dengan membaca buku, atau mengulang hafalan. Siang itu rasa kantuk tidak dapat dilawan, sehingga saya tertidur. Dan tanpa terasa stasiun tujuan sudah sampai, saya melangkah cepat turun dari kereta.

Baru tersadar, di mana tadi HP saya? Saya ingat persis HP saya bawa dan tidak tertinggal di rumah, karena tadi sebelum tertidur saya sempat menerima dan mengangkat telepon masuk dari suami. Sibuk mencari di seluruh sisi ruangan tas, HP itu tidak saya temukan. Ruang informasi stasiun segera saya datangi, mencari jalan ikhtiar untuk bisa menemukan kembali HP itu. Saya yakin HP tertinggal di kereta, kemungkinan terjatuh dari tas saat saya terkantuk. Ternyata ketika petugas security menelpon ke no saya, HP itu sudah mati. Petugas security berkomentar:

“HP nya sudah dimatikan bu, tidak ada peluang untuk menemukan/mendapatkan kembali. Ikhlas bu, resiko, naik kereta kehilangan HP.”

Secara fitrah manusiawi saya sempat sedih, membayangkan seluruh data yang ada, sulit untuk mendapatkan kembali, dan sebagian tentu menyangkut masalah amniyah. Sesampai di tempat tujuan, orang pertama yang saya hubungi adalah suami, mengabarkan tentang musibah ini, sekaligus meminta maaf, karena telah “teledor” menjaga harta” HP” titipan suami. Alhamdulillah beliau memaklumi. Lega rasanya…..

Selanjutnya menyusun langkah dan strategi yang harus segera diambil, yakni menghubungi atau datang ke provider untuk blokir nomor, jangan sampai nomor saya disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Dalam perjalanan pulang, sekaligus menuju galeri provider, saya terus beristighfar, merenung, dan mengingat kembali, apa yang salah dari langkah saya di hari ini.

Mulai koreksi, adakah yang tertinggal dari kewajiban-kewajiban di hari ini. Ma’tsurat… alhamdulillah sudah. Infaq… Alhamdulillah sudah. Izin suami…..alhamdulillah juga sudah. Astaghfirullah…. tidak seperti biasanya. Tadi waktu mau berangkat, saya mengabaikan satu hal. Biasanya ketika mau berangkat, selalu ada “prosesi” pamitan dengan “mujahid kecil” saya, yang berusia 4 tahun. Urutannya adalah: peluk sayang, cium, salam, selipin lembaran uang receh 2000, dan daag…. Siang tadi, karena dia sedang asyik main dengan teman akrabnya, saya pergi tanpa sepengetahuan dia. Ooh…. maafkan ummi ya sayang. Sepertinya dia sangat kecewa. Dan ini adalah tegurannya.

Sumber : www.dakwatuna.com

Post Comment