Breaking News

Hukum Menyerahkan Kekuasaan Kepada Orang Kafir

 Islam dan Batasan Toleransi

Pada hakekatnya Islam sangat mengajarkan toleransi dan mengatur kerukunan beragama. Islam tidak mengajarkan pemaksaan kehendak termasuk dalam masalah keimanan (QS 2: 256). Islam juga memberikan kebebasan untuk hidup damai dengan orang-orang non muslim yang mau hidup berdampingan dan damai dengan orang-orang Islam. Allah berfirman,

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

“Allah tidak melarang kalian dari orang-orang yang tidak memerangi kalian dan tidak mengeluarkan kalian dari negeri-negeri kalian untuk berbuat baik dan berbuat adil kepada mereka. Dan Allah menyukai orang-orang yang adil.”[QS al-Mumtahanah: 10]

Islam juga mengakui bahwa di antara orang-orang non muslim ada yang orang-orang yang memiliki kejujuran dan menunaikan amanat. Sebagaimana disebut dalam firman Allah,

وَمِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مَنْ إِنْ تَأْمَنْهُ بِقِنْطَارٍ يُؤَدِّهِ إِلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَنْ إِنْ تَأْمَنْهُ بِدِينَارٍ لَا يُؤَدِّهِ إِلَيْكَ إِلَّا مَا دُمْتَ عَلَيْهِ قَائِمًا

“Di antara Ahlul Kitab terdapat orang-orang yang jika kau amanahi dengan harta yang banyak dia akan menunaikannya kepadamu. Dan di antara mereka ada yang jika engkau amanahi satu dinar saja tidak akan menunaikannya kepadamu kecuali jika kau terus berdiri di atasnya (menuntutnya).” [QS Ali Imran: 75]

Meskipun demikian Islam tidak mengajarkan umatnya untuk menjadi terlalu lugu dan tidak waspada terhadap orang-orang yang tidak menginginkan kebaikan bagi Umat Islam. Karena itu meski demikian al-Qur’an memberitahu tentang pihak-pihak yang menyimpan keinginan buruk di hati mereka. Allah berfirman,

مَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَلَا الْمُشْرِكِينَ أَنْ يُنَزَّلَ عَلَيْكُمْ مِنْ خَيْرٍ مِنْ رَبِّكُمْ

“Orang-orang kafir dari Ahlul Kitab dan orang-orang musyrik tidaklah menginginkan kebaikan diturunkan kepada kalian dari Tuhan kalian.”[QS al-Baqarah: 105]

Terkadang kebencian terhadap umat Islam terucap, terkadang tersembunyi. Allah mengabarkan hal ini dengan firmanNya:

قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ

“Telah tampak kebencian dari mulut-mulut mereka. dan yang disembunyikan dalam hati mereka lebih besar.”[QS 118]


Islam dan Independensi

Oleh karena itu Islam mengajarkan agar umat Islam dapat mengelola kehidupannya sendiri dan tidak menggantungkan kepada orang lain. Dan karena itu pula Islam sangat membatasi penyerahan amanah publik kepada selain orang Islam. Secara spesifik Allah melarang orang-orang beriman untuk memberikan kepercayaan khusus kepada selain orang-orang beriman. Dan menjelaskan bahwa konsiderannya adalah masalah kredibilitas dan ketulusan mereka yang rawan. Allah berfirman,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا مَاعَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ (آل عمران: 118)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.” [QS Ali Imran: 118]

Yang lebih krusial lagi adalah kecenderungan untuk memberikan pengaruh kontraproduktif dalam ketaatan agama. Atas dasar ini al-Qur’an tegas melarang kaum beriman untuk memberikan kendali penuh kepada orang-orang kafir. Allah berfirman,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تُطِيعُوا فَرِيقًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ يَرُدُّوكُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ كَافِرِينَ (آل عمران: 100)

“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari Ahlul Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman.” [QS Ali Imran: 100]


Loyalitas yang Haram

Di dalam al-Qur’an sangat sering ditekankan larang untuk memberikan loyalitas kepada orang-orang kafir. Seperti dalam firman Allah:

لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً (آل عمران: 28)

“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali-wali[1]dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka.” [QS Ali Imran: 28]

Ayat tersebut menegaskan bahwa orang-orang beriman tidak diperkenankan menjadikan orang-orang kafir sebagai wali mereka. Istilah “wali” dalam terminologi al-Qur’an berarti seseorang yang memiliki hubungan loyalitas baik karena latar belakang keyakinan, agama, nasab ataupun pertemanan. Dan di antara maknanya juga memberikannya tampuk kepemimpinan, yang dalam bahasa Arab diistilah dengan “al-wilayah.”[2]

Larangan seperti ayat di atas banyak berulang dalam al-Qur’an. Seperti dalam surat an-Nisa:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَتُرِيدُونَ أَنْ تَجْعَلُوا لِلَّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا مُبِينًا (النساء: 144)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali (orang kepercayaan/pemimpin) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu Mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menghukummu)?” [QS an-Nisa: 144]

Demikian juga firman Allah:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (المائدة: 51)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah penolong bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”[QS al-Maidah: 51]


Mencari Kekuatan dan Prestise dengan Mendukung Orang Kafir

Allah bahkan mengecam keras orang-orang yang mengira bahwa dengan berafiliasi mendukung orang kafir mereka akan menjadi kuat. Allah berfirman,

الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا (النساء: 139)

“Orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin, apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka Sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.” [QS an-Nisa: 139]

Ayat tersebut menegur dengan keras dan membantah bahwa mendukung orang kafir dapat menyebabkan kekuatan dan kemuliaan. Perilaku seperti ini, sebagaimana dikatakan Imam Ibnu Jarir ath-Thabari, adalah sifat orang-orang munafik. Kecacatan imanlah dan kelemahan bashirah yang membuat sebagian orang melihat bahwa kekuatan dan prestise ada di pihak orang kafir.[3]


Kompetensi Pemimpin Muslim

Segelintir orang berpendapat bahwa jika umat Islam tidak menemukan muslim yang mampu memimpin, kekuasaan boleh diserahkan kepada selain muslim. Ini adalah pendapat orang yang bermental lemah, dan sangat tidak layak dilontarkan di tengah masyarakat Indonesia yang merupakan negara muslim terbesar di dunia. Kompetansi memimpin bangsa ini sudah dibuktikan oleh kaum muslimin sejak perjuangan kemerdekaan, hingga era reformasi. Umat Islam tidak pernah kekurangan orang-orang berkapasitas untuk memimpin negeri. Kaum musliminlah yang berjuang mengusir penjajah. Mereka juga yang berjuang mempersatukan bangsa. Dan merekalah yang berkorban mempertahankan kemerdekaan. Juga mereka yang berkeringat membangun negeri.

Kompetensi memimpin adalah ajaran al-Qur’an. Sejak awal al-Qur’an mengabarkan bahwa Adam diciptakan untuk memimpin di muka bumi. Al-Qur’an juga mengajarkan orang beriman untuk berdoa agar dapat menjadi imam bagi orang-orang yang bertakwa. Al-Qur’an juga mengajarkan tentang beratnya memikul amanah, dan wajibnya menunauikan amanah.

Para ulama, sejak jaman sahabat hingga saat ini sepakat bahwa membangun institusi kepemimpinan adalah wajib hukumnya.[4]

Bahkan Umar bin Khaththab r.a. menegaskan bahwa kepemimpinan adalah bagian yang integral dari Islam itu sendiri. Beliau berkata,

لا إسلام إلا بجماعة، ولا جماعة إلا بإمارة، ولا إمارة  إلا  بطاعة...

“Tidak ada Islam tanpa institusi (jama’ah). Dan tidak ada institusi tanpa kepemimpinan. Dan tidak ada kepemimpinan tanpa ketaatan…”[5]

Tentu saja pemimpin yang dibebankan amanah tidak sekedar seorang muslim, tetapi dia harus memiliki kemampuan untuk memikul tugasnya. Imam al-Mawardi mensyaratkan pemimpin negara harus memiliki ilmu yang mumpuni, kesehatan panca indera, kebugaran tubuh, kecerdasan, dan keberanian.[6] Hal yang sama juga ditegaskan oleh Imam al-Juwaini. Disamping beliau menambahkan tentang pentingnya pemimpin dilengkapi dengan para ahli yang menjadi rujukan dalam bermusyawarah.[7]

Di samping umat wajib memilih pemimpin muslim, mereka juga wajib memilih berdasarkan kapasitas dan kualitas, karena Nabi Muhammad saw bersabda,

إِذَا وُسِّدَ الأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ

“Jika urusan diberikan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat (kehancuran).” (HR al-Bukhari)

Hadanallahu wa iyyakum ajma’in.

[1] Wali jamaknya auliyaa: berarti teman kepercayaan, juga berarti pemimpin, pelindung atau penolong.

[2] Raghib Al-Ashfahani, Al-Mufradat fi Gharibil Qur’an: 885.

[3] Ibnu Jarir ath-Thabari, Jami’ul Bayan fi Tafsir Aayil Qur’an, jilid 9 hal. 318.

[4] Al-Mawardi, al-Ahkam as-Sulthaniyyah, hal. 3.

[5] Diriwayatkan oleh ad-Darimi jilid 1 hal. 9 no. 251.

[6] Al-Ahkam as-Sulthaniyyah hal. 5.

[7] Ghiyatsul Umam fil tiyatsizh Zhulam hal. 76-87

Tidak ada komentar